Hari ini seperti hari biasanya, aku harus bangun pagi-pagi.
Pertama aku melaksanakan ibadah sholat subuh bersama anak kedua ku. Dan saat
aku berdoa ku selipkan doa untuk anak pertamaku, aku memohon kepada Tuhan “Ya
Allah, berikanlah kesembuhan terhadap anakku, berikanlah ia kesehatan lahir
maupun bathin Ya Allah”. Ya, anak pertamaku bernama Retno Ayuningrum dan ia
mengalami lumpuh pada kakinya. Dan dia hanya bisa berdiam diri dirumah bersama
kursi roda. Suamiku pergi meninggalkan aku bersama ke dua putriku. Sementara
anak keduaku masih duduk di bangku SMA kelas satu. Namanya Puspita Safika atau
biasanya aku memanggil ia Ika. Sepulang sekolah, ia tidak seperti kebanyakan
teman-temannya Ika harus bekerja membantu aku dengan bekerja mencari kayu
bakar.
Pagi ini, aku dan Ika setelah sholat subuh
segera menyiapkan bahan-bahan yang di perlukan untuk meracik Jamu Tradisional
yang akan kujual. Sambil merapikan sajadah Ika bertanya “Bu, bahan-bahannya
udah Ika siapin tadi di meja. Jadi ibu tinggal langsung racik aja jamunya bu.”
Aku pun menjawab “iya nak makasih ya udah di siapin”. Aku lalu menuju dapur
untuk meracik jamu.
Sementara aku meracik bahan-bahannya, Ika di
kamar belajar dengan lampu agak redup, walaupun ia hanya bisa belajar dengan
buku usang tidak seperti yang teman-temannya miliki. Tidak jarang Ika harus
merelakan tangannya lelah karena harus banyak menulis untuk digunakan belajar
karena tidak memiliki buku sendiri. Ika tetap semangat untuk bersekolah, dan
hanya dia lah satu-satunya harapanku, karena Retno dengan penyakitnya itu tidak
akan mungkin berbuat banyak.
Setelah
selesai,
“Ika,
tolong Ibu nak bungkus jamu-jamunya ya”,
“iya
bu sebentar” sahut Ika. “Ibu nanti pulang sore lagi bu ?” tanya Ika padaku.
Dengan
wajah iba aku menjawab,
“iya
nak, tergantung nanti jualan Ibu cepet habis atau tidak, kalau jamunya masih
sisa banyak yah.. agak lama pulangnya. Doakan saja nak agar Ibu hari ini pulang
membawa uang banyak yah” aku pun tersenyum memandang Ika yang sedang membungkus
jamu-jamu yang akan kujual itu.
***
Pada waktunya aku harus mulai bekerja dengan
menjual jamu, Ika berangkat ke sekolah dengan jalan kaki sekitar 2 kilometer
dari rumah. Terkadang ada tetangga yang murah hati ingin membantu untuk
mengantarkan Ika berangkat ke sekolah.
“Bu,
Ikaa berangkat sekolah dulu”
“iya,
hati-hati ya”
“ya
Bu, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam”
Ika menyalimi tanganku.
Aku
bersiap-siap, dan segera berjualan keliling untuk menjajahkan jualanku. Selama
aku berjualan dan Ika bersekolah, Retno hanya bisa diam terbaring dirumah.
“jamu-jamu,
jamunya ibu pak, jamuuu.....”
“Ibu,
beli jamuu...” seorang pembeli memanggilku untuk membeli jamu buatanku.
Alhamdulilah,
pagi-pagi begini sudah ada pembeli menghampiriku. Semoga hari ini aku
mendapatkan banyak pembeli, dengan begitu jika jamu ku semuanya laris terjual
hari ini aku bisa membawa uang yang lebih untuk menyediakan makanan bagi
anak-anakku.
Aku
memberhentikan dan memarkirkan sepeda tua ku,
“jamu
bu ? mau jamu apa ?”sambil tersenyum aku bertanya pada pembeli itu.
“jamu
kencur bu, piro ?”, pembeli itu tersenyum padaku.
“dua
ribu bu”,
“loh,
biasanya seribu lima ratus to bu”
“ya
harga bahannya juga naik bu, hhe”
“oyasudah
deh, ini bu uangnya matur suwun”
“enggeh
bu”,
“jamuu...”
aku kembali memanggil para pembeli dengan suara ku yang sudah hampir setengah
abad ini.
Sudah
lama berjalan dan meneriakkan jamu yang kujual, aku pun beristirahat sejenak di
pepohonan dekat sungai. Huh, cuaca hari ini panas, dari sepanjang jalan tadi
aku terus meneteskan air keringat di bajuku. Aku jadi terpikir Ika dan Retno.
Aku
kasihan pada kedua putri ku ini, karena tumbuh tanpa memiliki sosok seorang Ayah. Aku sangat menyayangi dan bersyukur memiliki
mereka, karena itulah aku berusaha keras untuk dapat menghidupi mereka dengan
keterbatasan kemampuanku sebagai seorang wanita.
Dengan
menjual jamu keliling inilah aku dapat mencukupi kebutuhan anak-anakku,
walaupun hasilnya tidak besar.
Ahh..lega rasanya sudah berisitirahat
sebentar. Aku kembali menaiki sepedaku dan meng-goesnya lagi. “jamu...jamu....”
***
Kring..kring..kringg.....suara bel sepedaku
berbunyi tandanya aku pulang ke rumah.
Biasanya jika aku membunyikan bel sepeda, Ika
akan keluar rumah sambil tersenyum untuk menyambutku pulang.
Tapi, kenapa kali ini tidak ada yang keluar ya
? aku merasakan sesuatu yang berbeda ketika aku pulang, kenapa tidak seperti
biasanya ?
Aku memarkirkan sepeda tua ku ini, di sebelah
rumah. Cepat-cepat aku masuk kerumah dengan perasaan yang tidak-tidak. Dan
ternyata, Ika anakku terbaring menggigil di kamarnya.
“Ika, Ika kenapa nak ? sudah minum obat ?”
“belum bu...huek huek”, Ika lalu
muntah-muntah.
“sebentar Ibu ambil kain kompres ya” aku panik ketika aku melihat Ika
dengan suhu badannya panas di tambah dengan muntah-muntah.
Aku sangat kaget dan panik sekali melihat Ika
terbaring di kamar dengan bibir bergetar dan suhu tubuhnya panas. Ketika aku
mengompres Ika dengan kain dingin, tiba-tiba
“prang....”,
suara terdengar dari dapur mengagetkanku.
Aku
lalu berlari menuju dapur, dan dalam hatiku terbesit
“astagfirullah, ada apa ini ? jangan-jangan
Retno kenapa-napa”, dan ternyata piring di dapur pecah, mungkin tersenggol
oleh kucing peliharaanku. Aku menghelah nafas..huft...
Kembali
aku melihat Ika yang sedang sakit, dan aku mengambil sepiring makanan lalu
menyuapkan kepada Retno yang duduk di kursi roda sudah menjadi kebiasaan ku
setelah selesai berjualan.
Setelah
selesai makan, sekarang giliranku membantu Retno untuk mandi. Dengan keikhlasan
dan rasa sayang yang besar pada putri ku ini, aku memandikan Retno dan
memakaikannya baju.
Dan
sekarang aku yang membersihkan diri, akupun mandi. Setelahnya, aku melihat Ika
di kamar untuk memastikan apakah dia sudah agak mendingan, dan tidak panas
lagi.
“Ika”,
aku memanggilnya pelan.
“iiiyaa
buu”, dengan suara bergetar Ika menjawab. Aku mengambil kain yang ada di dahi
Ika, dan menempelkan tanganku di dahinya. Aku memeriksa apakah tubuhnya panas
atau tidak, dan sekarang sepertinya Ika sudah tidak terlalu panas. Ku berikan
ia jamu buatanku
lalu diminumnya. Untunglah aku
dapat membuatkan jamu sebagai obat ketika anakku sakit. Setidaknya
dengan jamu ini bisa
membantu Ika untuk segera sembuh.
“ini nak minum ya”, aku mengangkat sedikit kepala Ika dan
memberinya minum jamu.
“em…em”, Ika meminumnya habis .
“sekarang
istirahatla dan lekas tidur ya, insyalloh besok Ika sudah sembuh dan bisa turun
sekolah ya”
“iya bu…” suara
Ika yang parau menjawab perkataanku.
Akupun tertidur
di sebelah bawah ranjang Ika dan Retno, melihat kedua putriku ini tertidur
dengan lelapnya berharap besok ada keajaiban yang datang untuk keluarga kami..!
***
Keesokan harinya pun tiba, pagi-pagi aku
menyiapkan jamu-jamu yang akan kujual. Aku sempat melihat Ika dan Retno yang
ada di kamar. Aku memeriksa kembali keadaan Ika apakah sudah sembuh atau belum.
Tanganku
menyentuh dahinya perlahan, aku kaget !!
Tubuh
Ika malah tambah panas dari kemarin, aku panik! Aku bingung! Aku harus segera
membawanya ke rumah sakit!
Tiba-tiba
suara pintu terdengar “tok..tok..tok......tok tok!!”
“iya
sebentar”, aku terburu-buru keluar dari kamar.
Lalu
aku terdiam sejenak. Jantungku lebih berdegup dari biasanya, karena apa?
Seseorang yang mengetuk pintu itu ternyata adalah suamiku.
“Bu..”,
laki-laki itu memanggilku dengan lembutnya.
“silahkan
masuk”, sambutku agak kaku karena masih kaget akan kedatangannya yang secara
tiba-tiba disaat putri kami sedang sakit.
Beberapa lama kemudian
setelah suamiku itu tau bagaimana keadaanku bersama kedua putri kami selama ia
meninggalan kami dan Ika yang sedang sakit dan Retno yang lumpuh, ia pun
berkata “maafkan aku, aku...”, lalu aku memotong perkatanyaan..
“sudah-sudah, yang
berlalu biarlah berlalu.. sekarang kita sudah berkumpul bersama dan kita
sekarang berusaha untuk kesembuhan Ika dan Retno”, tiba-tiba air mataku menetes
di hadapan laki-laki separuh baya itu.
“hemm.. baiklah segera
kita bawa Ika ke dokter, aku ada sedikit uang yang ku bawa, mudah-mudahan ini
dapat membantu..”
“yasudah, ayok kita
bawa sekarang”, dengan semangat dan harapan agar Ika lekas sembuh aku dan
suamiku membawanya kerumah sakit terdekat.
***
Beberapa
hari telah berlalu, Ika anakku telah sembuh dan kembali masuk sekolah. Dan
Retno masih di rawat di rumah sakit untuk kesembuhan atas penyakit lumpuh yang
di deritanya. Sementara aku dan suamiku kembali bersama, dan sekarang kami menjadi
keluarga yang utuh dan dapat berkumpul lagi menjadi satu keluarga yang bahagia.
Aku pun tetap menjual jamu seperti biasanya, dan pagi ini aku mulai mengawali
hariku dengan menjual jamu yang sudah dinanti oleh para pelangganku, “
jamuuu.... jamuuu...”
Selesai
0 komentar:
Posting Komentar