Jumat, 06 November 2015

The Power of Jamu

       Hari ini seperti hari biasanya, aku harus bangun pagi-pagi. Pertama aku melaksanakan ibadah sholat subuh bersama anak kedua ku. Dan saat aku berdoa ku selipkan doa untuk anak pertamaku, aku memohon kepada Tuhan “Ya Allah, berikanlah kesembuhan terhadap anakku, berikanlah ia kesehatan lahir maupun bathin Ya Allah”. Ya, anak pertamaku bernama Retno Ayuningrum dan ia mengalami lumpuh pada kakinya. Dan dia hanya bisa berdiam diri dirumah bersama kursi roda. Suamiku pergi meninggalkan aku bersama ke dua putriku. Sementara anak keduaku masih duduk di bangku SMA kelas satu. Namanya Puspita Safika atau biasanya aku memanggil ia Ika. Sepulang sekolah, ia tidak seperti kebanyakan teman-temannya Ika harus bekerja membantu aku dengan bekerja mencari kayu bakar.


  Pagi ini, aku dan Ika setelah sholat subuh segera menyiapkan bahan-bahan yang di perlukan untuk meracik Jamu Tradisional yang akan kujual. Sambil merapikan sajadah Ika bertanya “Bu, bahan-bahannya udah Ika siapin tadi di meja. Jadi ibu tinggal langsung racik aja jamunya bu.” Aku pun menjawab “iya nak makasih ya udah di siapin”. Aku lalu menuju dapur untuk meracik jamu.
  Sementara aku meracik bahan-bahannya, Ika di kamar belajar dengan lampu agak redup, walaupun ia hanya bisa belajar dengan buku usang tidak seperti yang teman-temannya miliki. Tidak jarang Ika harus merelakan tangannya lelah karena harus banyak menulis untuk digunakan belajar karena tidak memiliki buku sendiri. Ika tetap semangat untuk bersekolah, dan hanya dia lah satu-satunya harapanku, karena Retno dengan penyakitnya itu tidak akan mungkin berbuat banyak.
Setelah selesai,
“Ika, tolong Ibu nak bungkus jamu-jamunya ya”,
“iya bu sebentar” sahut Ika. “Ibu nanti pulang sore lagi bu ?” tanya Ika padaku.
Dengan wajah iba aku menjawab,

“iya nak, tergantung nanti jualan Ibu cepet habis atau tidak, kalau jamunya masih sisa banyak yah.. agak lama pulangnya. Doakan saja nak agar Ibu hari ini pulang membawa uang banyak yah” aku pun tersenyum memandang Ika yang sedang membungkus jamu-jamu yang akan kujual itu.
***
  Pada waktunya aku harus mulai bekerja dengan menjual jamu, Ika berangkat ke sekolah dengan jalan kaki sekitar 2 kilometer dari rumah. Terkadang ada tetangga yang murah hati ingin membantu untuk mengantarkan Ika berangkat ke sekolah.
“Bu, Ikaa berangkat sekolah dulu”
“iya, hati-hati ya”
“ya Bu, Assalamu’alaikum”
“Wa’alaikumsalam” Ika menyalimi tanganku.
Aku bersiap-siap, dan segera berjualan keliling untuk menjajahkan jualanku. Selama aku berjualan dan Ika bersekolah, Retno hanya bisa diam terbaring dirumah.
“jamu-jamu, jamunya ibu pak, jamuuu.....”
“Ibu, beli jamuu...” seorang pembeli memanggilku untuk membeli jamu buatanku.
Alhamdulilah, pagi-pagi begini sudah ada pembeli menghampiriku. Semoga hari ini aku mendapatkan banyak pembeli, dengan begitu jika jamu ku semuanya laris terjual hari ini aku bisa membawa uang yang lebih untuk menyediakan makanan bagi anak-anakku.
Aku memberhentikan dan memarkirkan sepeda tua ku,
“jamu bu ? mau jamu apa ?”sambil tersenyum aku bertanya pada pembeli itu.
“jamu kencur bu, piro ?”, pembeli itu tersenyum padaku.
“dua ribu bu”,
“loh, biasanya seribu lima ratus to bu”
“ya harga bahannya juga naik bu, hhe”
“oyasudah deh, ini bu uangnya matur suwun”
“enggeh bu”,
“jamuu...” aku kembali memanggil para pembeli dengan suara ku yang sudah hampir setengah abad ini.
Sudah lama berjalan dan meneriakkan jamu yang kujual, aku pun beristirahat sejenak di pepohonan dekat sungai. Huh, cuaca hari ini panas, dari sepanjang jalan tadi aku terus meneteskan air keringat di bajuku. Aku jadi terpikir Ika dan Retno.
Aku kasihan pada kedua putri ku ini, karena tumbuh tanpa memiliki sosok seorang Ayah.  Aku sangat menyayangi dan bersyukur memiliki mereka, karena itulah aku berusaha keras untuk dapat menghidupi mereka dengan keterbatasan kemampuanku sebagai seorang wanita.
Dengan menjual jamu keliling inilah aku dapat mencukupi kebutuhan anak-anakku, walaupun hasilnya tidak besar.
  Ahh..lega rasanya sudah berisitirahat sebentar. Aku kembali menaiki sepedaku dan meng-goesnya lagi. “jamu...jamu....”

***

  Kring..kring..kringg.....suara bel sepedaku berbunyi tandanya aku pulang ke rumah.
  Biasanya jika aku membunyikan bel sepeda, Ika akan keluar rumah sambil tersenyum untuk menyambutku pulang.
  Tapi, kenapa kali ini tidak ada yang keluar ya ? aku merasakan sesuatu yang berbeda ketika aku pulang, kenapa tidak seperti biasanya ?
  Aku memarkirkan sepeda tua ku ini, di sebelah rumah. Cepat-cepat aku masuk kerumah dengan perasaan yang tidak-tidak. Dan ternyata, Ika anakku terbaring menggigil di kamarnya.
  “Ika, Ika kenapa nak ? sudah minum obat ?”
  “belum bu...huek huek”, Ika lalu muntah-muntah.
  “sebentar Ibu ambil kain  kompres ya” aku panik ketika aku melihat Ika dengan suhu badannya panas di tambah dengan muntah-muntah.
  Aku sangat kaget dan panik sekali melihat Ika terbaring di kamar dengan bibir bergetar dan suhu tubuhnya panas. Ketika aku mengompres Ika dengan kain dingin, tiba-tiba
“prang....”, suara terdengar dari dapur mengagetkanku.
Aku lalu berlari menuju dapur, dan dalam hatiku terbesit
astagfirullah, ada apa ini ? jangan-jangan Retno kenapa-napa”, dan ternyata piring di dapur pecah, mungkin tersenggol oleh kucing peliharaanku. Aku menghelah nafas..huft...
Kembali aku melihat Ika yang sedang sakit, dan aku mengambil sepiring makanan lalu menyuapkan kepada Retno yang duduk di kursi roda sudah menjadi kebiasaan ku setelah selesai berjualan.
Setelah selesai makan, sekarang giliranku membantu Retno untuk mandi. Dengan keikhlasan dan rasa sayang yang besar pada putri ku ini, aku memandikan Retno dan memakaikannya baju.
Dan sekarang aku yang membersihkan diri, akupun mandi. Setelahnya, aku melihat Ika di kamar untuk memastikan apakah dia sudah agak mendingan, dan tidak panas lagi.
“Ika”, aku memanggilnya pelan.
“iiiyaa buu”, dengan suara bergetar Ika menjawab. Aku mengambil kain yang ada di dahi Ika, dan menempelkan tanganku di dahinya. Aku memeriksa apakah tubuhnya panas atau tidak, dan sekarang sepertinya Ika sudah tidak terlalu panas. Ku berikan ia jamu buatanku lalu diminumnya. Untunglah aku dapat membuatkan jamu sebagai obat ketika anakku sakit. Setidaknya dengan jamu ini bisa membantu Ika untuk segera sembuh.
“ini nak minum ya”, aku mengangkat sedikit kepala Ika dan memberinya minum jamu.
“em…em”, Ika meminumnya habis .
“sekarang istirahatla dan lekas tidur ya, insyalloh besok Ika sudah sembuh dan bisa turun sekolah ya”
“iya bu…” suara Ika yang parau menjawab perkataanku.
Akupun tertidur di sebelah bawah ranjang Ika dan Retno, melihat kedua putriku ini tertidur dengan lelapnya berharap besok ada keajaiban yang datang untuk keluarga kami..!
***
  Keesokan harinya pun tiba, pagi-pagi aku menyiapkan jamu-jamu yang akan kujual. Aku sempat melihat Ika dan Retno yang ada di kamar. Aku memeriksa kembali keadaan Ika apakah sudah sembuh atau belum.
Tanganku menyentuh dahinya perlahan, aku kaget !!
Tubuh Ika malah tambah panas dari kemarin, aku panik! Aku bingung! Aku harus segera membawanya ke rumah sakit!
Tiba-tiba suara pintu terdengar “tok..tok..tok......tok tok!!”
“iya sebentar”, aku terburu-buru keluar dari kamar.
Lalu aku terdiam sejenak. Jantungku lebih berdegup dari biasanya, karena apa? Seseorang yang mengetuk pintu itu ternyata adalah suamiku.
“Bu..”, laki-laki itu memanggilku dengan lembutnya.
“silahkan masuk”, sambutku agak kaku karena masih kaget akan kedatangannya yang secara tiba-tiba disaat putri kami sedang sakit.
Beberapa lama kemudian setelah suamiku itu tau bagaimana keadaanku bersama kedua putri kami selama ia meninggalan kami dan Ika yang sedang sakit dan Retno yang lumpuh, ia pun berkata “maafkan aku, aku...”, lalu aku memotong perkatanyaan..
“sudah-sudah, yang berlalu biarlah berlalu.. sekarang kita sudah berkumpul bersama dan kita sekarang berusaha untuk kesembuhan Ika dan Retno”, tiba-tiba air mataku menetes di hadapan laki-laki separuh baya itu.
“hemm.. baiklah segera kita bawa Ika ke dokter, aku ada sedikit uang yang ku bawa, mudah-mudahan ini dapat membantu..”
“yasudah, ayok kita bawa sekarang”, dengan semangat dan harapan agar Ika lekas sembuh aku dan suamiku membawanya kerumah sakit terdekat.
***

Beberapa hari telah berlalu, Ika anakku telah sembuh dan kembali masuk sekolah. Dan Retno masih di rawat di rumah sakit untuk kesembuhan atas penyakit lumpuh yang di deritanya. Sementara aku dan suamiku kembali bersama, dan sekarang kami menjadi keluarga yang utuh dan dapat berkumpul lagi menjadi satu keluarga yang bahagia. Aku pun tetap menjual jamu seperti biasanya, dan pagi ini aku mulai mengawali hariku dengan menjual jamu yang sudah dinanti oleh para pelangganku, “ jamuuu.... jamuuu...”
























Selesai

0 komentar:

Digna Orwiantari © 2018 *Templates para Você*