“(Tok
tok tok). Rin Rin? buka pintunya, ini ada telfon untuk kamu Nak! Rin ... Rin ?”
Ibu menggedor pintu kamarku.
Suara
itu terdengar mengganggu di telingaku, bukan karena apa-apa tetapi karena aku masih asik dengan bantal, guling,
dan bermalasan di atas tempat tidur. Sungguh menyebalkan rasanya, pagi-pagi
begini aku harus bangun untuk sebuah panggilan telepon yang aku belum tau dari
siapa itu.
“Ini kan
hari minggu Bu, aduh, kenapa sih harus diangkat. Atau
gak, bilang kalau Rini lagi sibuk, atau apa kek!” dalam hati aku bergumam.
“Rin rin,
cepet bangun. Ini telepon untuk kamu! (Tok tok tok),” mendengar itu aku dengan
malasnya bangun dari tempat tidur untuk membuka pintu.
“Ya Buuu?
(Hoam) ... siapa si Bu? Ganggu aja, ini kan minggu bilang aja
orangnya sibuk gak bisa di ganggu.”
“Heh,
ngomong jangan keras-keras ini loh orangnya mau bicara, penting. Lagian
perempuan kok bangunnya suka telat, ini bicara kasian orangnya nunggu !” dengan
mata melotot Ibu memarahiku.
“Emang
siapa sih Bu ?” tanyaku lagi,
“Kamu
langsung aja bicara, nanti juga kamu tau sendiri,” jawab Ibu. Aku mengindahkan perkataan Ibu
dan langsung menggenggam telepon tersebut.
“Hallo,
Assalamu’alaikum ?” aku belum mendengar jawaban dari sapaanku di telfon itu.
“Hallo? Hallo!
Hallo?” yang kudengar hanya suara tidak jelas seperti berada di jalan umum yang
ada banyak kendaraan sedang lalu-lalang. Tak lama setelah itu, aku pun
mendengar suara yg berasal dari telepon yang ku genggam.
“Hallo wa’alaikumsalam. Maaf Rin, ini lagi
dijalan jadi agak kurang jelas suaranya.”
Aku belum
tau yang berbicara ini siapa. Dan ternyata itu adalah sari sahabatku, dia
menanyaiku apakah tidak pergi ke acara kejutan ulang tahun teman kami yaitu
Indri dan Roni yang memang lahir pada tanggal dan bulan yang sama tetapi
selisih satu tahun diantara mereka. Hari ini Indri genap berusia 15 tahun
sementara Roni lebih tua darinya yaitu 16 tahun.
“Oh ya
ampun, aku lupa Sar. Duh gimana ini, bentar....bentar ya.
Aku langsung kesana, tunggu....tunggu,” sambil mengambil handuk dan berada di
depan kamar mandi.
“Yaudah
cepetan ya, gak pake lama! Oke?”
“Oke.” jawabku sambil menutup telepon dari Sari.
Aku
tersontak dan segera bersiap-siap untuk pergi ke acara yang di janjikan. Aku
langsung menuju kamar mandi, dan menggosok gigi pun aku hampir lupa karena ingin
segera bertemu dengan teman lainnya. Kukenakan kaos lengan panjang bergambar
boneka beruang yang di padu-padankan dengan rok selutut. Lalu, aku mengambil
tas selempang yang berukuran kecil kesukaanku. Aku suka sekali memakai tas selempang
yang berukuran “mini”. Menurutku tas seperti ini cantik, sederhana, dan bagus
untuk dipakai. Dengan memakai bandana juga sepatu flat lalu aku meminta izin dengan Ibu untuk
pergi kerumah temanku itu. Akupun mencium tangan Ibu dan mengucapkan salam sebelum
menutup pintu depan rumahku.
“Ibu,
Rini pergi dulu ya kerumah temen,” teriakku.
“Iya,
hati-hati jangan berkeluyuran ya nak,” Ibu
menasehati.
“Iya Bu,
tenang aja.” jawabku.
Aku pun pergi
dengan mengendarai scooter matic berwana
hitam milikku pemberian Ayah dan Ibu.
Benar-benar
pagi ini aku lupa total, karena lupa mempersiapkan kado yang akan aku berikan
kepada mereka. Jadinya, aku berniat untuk memberikannya pekan depan. Yah,
walaupun terlambat memberinya, menurutku tidak menjadi masalah. Di sepanjang perjalanan
menuju tempat acara aku mengambil telepon genggam milikku untuk memutar lagu.
Aku senang sekali bernyanyi-nyanyi kecil di atas motor agar menghilangkan rasa
bosan selama menempuh perjalanan yang cukup jauh. Ada beberapa lagu yang sudah
di gonta-ganti dan aku hanya menyanyikan bagian-bagian tertentu yang aku ingat
saja dari lagu-lagu itu.
Keasikan
bernyanyi membuat aku sampai tidak memperhatikan jalanan yang aku lewati,
termasuk lubang-lubang dan polisi tidur yang aku tabrak begitu saja sehingga
membuat perjalanku tersebut tidak merasa mulus. Sebentar-bentar aku mengutak
ngutik telepon genggam itu untuk mengganti lagu, dan jari-jemariku dengan
lincah dan terlatih untuk menekan tombol-tombol yang ada di telepon genggam
tersebut sambil mengendarai motorku.
“BRAKKK!”
suara dari motor milikku yang jatuh tergeletak di aspal dan aku pun ikut
terjatuh. Semua mata orang-orang yang ada disekitar jalan memperhatikanku, dan
beberapa orang menyerbuku.
“Ya
Allah, aduh ... aduh sakit.”
Aku
kaget dan berusaha untuk berdiri juga membetulkan posisi motor milikku. Tetapi
aku tidak bisa, sehingga orang-orang yang menyerbu tadi menolongku. Aku di
gotong ke sebuah warung di pinggir jalan terdekat, dan diberi minum. Motorku
pun, di parkirkan di dekat warung tersebut.
“Waduh Mbak,
kok pagi-pagi begini bisa jatuh seperti itu,” seorang bapak bicara.
“Iya
harusnya hati-hati Mbak kalau jalan naik motor!” aku hanya bisa diam dan
mengatur nafas mendengar para Bapak-Bapak
dan Ibu-Ibu yang
telah mengitariku berkomentar.
Karena kejadian tersebut aku trauma,
dan tidak lagi mau benyanyi dan menggunakan telepon
genggam
saat mengendarai motor. Aku akan lebih memperhatikan dan tertib saat
mengendarainya. Seharusnya aku sadar bahwa sangat
berkendara tidak boleh sambil menggunakan telepon genggam tetapi aku telah
mengabaikannya. Alhasil, aku terjatuh dari motor dan merasa sakit akibat
kecelakaan itu.
0 komentar:
Posting Komentar