Rabu, 19 April 2017

[CERPEN] LAGU PETAKA


  
Sebuah cerpen oleh Digna Orwiantari

“(Tok tok tok). Rin Rin? buka pintunya, ini ada telfon untuk kamu Nak! Rin ... Rin ?” Ibu menggedor pintu kamarku.
Suara itu terdengar mengganggu di telingaku, bukan karena apa-apa tetapi  karena aku masih asik dengan bantal, guling, dan bermalasan di atas tempat tidur. Sungguh menyebalkan rasanya, pagi-pagi begini aku harus bangun untuk sebuah panggilan telepon yang aku belum tau dari siapa itu.
“Ini kan hari minggu Bu, aduh, kenapa sih harus diangkat. Atau gak, bilang kalau Rini lagi sibuk, atau apa kek!” dalam hati aku bergumam.
“Rin rin, cepet bangun. Ini telepon untuk kamu! (Tok tok tok),” mendengar itu aku dengan malasnya bangun dari tempat tidur untuk membuka pintu.
“Ya Buuu? (Hoam) ... siapa si Bu? Ganggu aja, ini kan minggu bilang aja orangnya sibuk gak bisa di ganggu.”
“Heh, ngomong jangan keras-keras ini loh orangnya mau bicara, penting. Lagian perempuan kok bangunnya suka telat, ini bicara kasian orangnya nunggu !” dengan mata melotot Ibu memarahiku.
“Emang siapa sih Bu ?” tanyaku lagi,
“Kamu langsung aja bicara, nanti juga kamu tau sendiri, jawab Ibu. Aku mengindahkan perkataan Ibu dan langsung menggenggam telepon tersebut.
“Hallo, Assalamu’alaikum ?” aku belum mendengar jawaban dari sapaanku di telfon itu.
“Hallo? Hallo! Hallo?” yang kudengar hanya suara tidak jelas seperti berada di jalan umum yang ada banyak kendaraan sedang lalu-lalang. Tak lama setelah itu, aku pun mendengar suara yg berasal dari telepon yang ku genggam.
 “Hallo wa’alaikumsalam. Maaf Rin, ini lagi dijalan jadi agak kurang jelas suaranya.”
Aku belum tau yang berbicara ini siapa. Dan ternyata itu adalah sari sahabatku, dia menanyaiku apakah tidak pergi ke acara kejutan ulang tahun teman kami yaitu Indri dan Roni yang memang lahir pada tanggal dan bulan yang sama tetapi selisih satu tahun diantara mereka. Hari ini Indri genap berusia 15 tahun sementara Roni lebih tua darinya yaitu 16 tahun.
“Oh ya ampun, aku lupa Sar. Duh gimana ini, bentar....bentar ya. Aku langsung kesana, tunggu....tunggu,” sambil mengambil handuk dan berada di depan kamar mandi.
“Yaudah cepetan ya, gak pake lama! Oke?”
“Oke.” jawabku sambil menutup telepon dari Sari.
Aku tersontak dan segera bersiap-siap untuk pergi ke acara yang di janjikan. Aku langsung menuju kamar mandi, dan menggosok gigi pun aku hampir lupa karena ingin segera bertemu dengan teman lainnya. Kukenakan kaos lengan panjang bergambar boneka beruang yang di padu-padankan dengan rok selutut. Lalu, aku mengambil tas selempang yang berukuran kecil kesukaanku. Aku suka sekali memakai tas selempang yang berukuran “mini”. Menurutku tas seperti ini cantik, sederhana, dan bagus untuk dipakai. Dengan memakai bandana juga sepatu flat lalu aku meminta izin dengan Ibu untuk pergi kerumah temanku itu. Akupun mencium tangan Ibu dan mengucapkan salam sebelum menutup pintu depan rumahku.
“Ibu, Rini pergi dulu ya kerumah temen,” teriakku.
“Iya, hati-hati jangan berkeluyuran ya nak,” Ibu menasehati.
“Iya Bu, tenang aja.” jawabku.
Aku pun pergi dengan mengendarai scooter matic berwana hitam milikku pemberian Ayah dan Ibu.
Benar-benar pagi ini aku lupa total, karena lupa mempersiapkan kado yang akan aku berikan kepada mereka. Jadinya, aku berniat untuk memberikannya pekan depan. Yah, walaupun terlambat memberinya, menurutku tidak menjadi masalah. Di sepanjang perjalanan menuju tempat acara aku mengambil telepon genggam milikku untuk memutar lagu. Aku senang sekali bernyanyi-nyanyi kecil di atas motor agar menghilangkan rasa bosan selama menempuh perjalanan yang cukup jauh. Ada beberapa lagu yang sudah di gonta-ganti dan aku hanya menyanyikan bagian-bagian tertentu yang aku ingat saja dari lagu-lagu itu.
Keasikan bernyanyi membuat aku sampai tidak memperhatikan jalanan yang aku lewati, termasuk lubang-lubang dan polisi tidur yang aku tabrak begitu saja sehingga membuat perjalanku tersebut tidak merasa mulus. Sebentar-bentar aku mengutak ngutik telepon genggam itu untuk mengganti lagu, dan jari-jemariku dengan lincah dan terlatih untuk menekan tombol-tombol yang ada di telepon genggam tersebut sambil mengendarai motorku.
“BRAKKK!” suara dari motor milikku yang jatuh tergeletak di aspal dan aku pun ikut terjatuh. Semua mata orang-orang yang ada disekitar jalan memperhatikanku, dan beberapa orang menyerbuku.
“Ya Allah, aduh ... aduh sakit.”
Aku kaget dan berusaha untuk berdiri juga membetulkan posisi motor milikku. Tetapi aku tidak bisa, sehingga orang-orang yang menyerbu tadi menolongku. Aku di gotong ke sebuah warung di pinggir jalan terdekat, dan diberi minum. Motorku pun, di parkirkan di dekat warung tersebut.
“Waduh Mbak, kok pagi-pagi begini bisa jatuh seperti itu,” seorang bapak bicara.
“Iya harusnya hati-hati Mbak kalau jalan naik motor!” aku hanya bisa diam dan mengatur nafas mendengar para Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang telah mengitariku berkomentar.
            Karena kejadian tersebut aku trauma, dan tidak lagi mau benyanyi dan menggunakan telepon genggam saat mengendarai motor. Aku akan lebih memperhatikan dan tertib saat mengendarainya. Seharusnya aku sadar bahwa sangat berkendara tidak boleh sambil menggunakan telepon genggam tetapi aku telah mengabaikannya. Alhasil, aku terjatuh dari motor dan merasa sakit akibat kecelakaan itu.

0 komentar:

Digna Orwiantari © 2018 *Templates para Você*